PT PAM Mineral Tbk (NICL), emiten pertambangan nikel, tahun ini menargetkan bisa memproduksi nikel hingga 2,6 juta metrik ton (mt).
Berdasarkan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) periode 2024-2026 milik NICL yang disetujui, total volume penjualan perseroan mencapai 7,8 juta mt.
Direktur Utama NICL Ruddy Tjanaka dalam keterangan resmi, Jumat (26/7), bilang, “Target tersebut naik 41 persen dari produksi tahun lalu yang mencapai 1.847.000 mt.”
Dia berkata, “Peningkatan target produksi didorong oleh permintaan pasar yang terus naik. Saat ini semakin banyak smelter milik kami yang beroperasi, meningkatkan kebutuhan akan bijih nikel dengan kadar Ni 1,30 persen hingga 1,50 persen.”
Komentar Ruddy, “Guna mendukung target tersebut, kami pun sedang meningkatkan daya dukung infrastruktur tambang.”
“Proses pengembangan angkutan jalan tambang dan pelabuhan sedang berlangsung untuk memastikan operasional yang maksimal,” jelas dia.
Di satu sisi, perseroan juga menerapkan proyek digitalisasi industri pertambangan melalui Aplikasi Sistem Digitalisasi Keselamatan Pertambangan (SLAMET).
Penjelasan Ruddy, “Aplikasi ini dirancang untuk mempermudah operasional, implementasi, pengawasan, dan pelaporan keselamatan pertambangan.”
Melalui aplikasi SLAMET, imbuh dia, NICL berharap dapat mengurangi risiko kecelakaan dan meningkatkan efisiensi kerja sambil memenuhi standar Good Corporate Governance.
Sementara itu, hingga Juni 2024, volume penjualan perseroan naik sebesar 4,2 persen year on year (yoy) dari semula 679.066 mt menjadi 707.597 mt.
Terkait neraca keuangan, ungkap Ruddy, NICL mencatatkan laba bersih sebesar Rp 73,5 miliar pada semester pertama tahun ini.
Raihan laba bersih tersebut naik 13,71 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Namun, pada periode yang sama penjualan perseroan turun 11,95 persen menjadi Rp 419 miliar. Penurunan disebabkan dampak dari harga rata-rata nikel yang mengalami penurunan.
Berdasarkan posisi neraca per 30 Juni 2024, NICL membukukan peningkatan total aset sebesar 7,22 persen menjadi sebesar Rp 918,7 miliar. Secara ekuitas tercatat tumbuh sebesar 4,88 persen menjadi sebesar Rp 781,8 miliar.
Indonesian Mining