Manajemen PT Antam Tbk memastikan bahwa dugaan kasus ratusan ton emas palsu yang kini sedang disidik oleh Kejaksaan Agung bukan kasus pemalsuan emas.
Pernyataan tersebut dilontarkan langsung oleh Direktur Utama Antam Nicholas D Kanter dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR di Jakarta, Senin (3/6).
Menurut pria yang kerap disapa Niko tersebut, pihaknya sudah menjelaskan persoalan tersebut dan sudah diklarifikasi oleh pihak Kapuspen Kejaksaan Agung.
Kata Niko, “Kami jelaskan ini bukan pemalsuan karena yang dilihat kejaksaan adalah emas yang diproses di Antam dalam kurun 2010-2021. Itu yang di luar dari pada emas yang kami hasilkan di Pongkor.”
Niko melanjutkan, “Itu semua dihitung sebagai yang diproses oleh berita itu dikatakan emas palsu. Alhamdulillah dalam penjelasan kami pada Kapuspen, beliau juga mempertajam bahwa bukan emas palsu.”
Bahkan ketika ada anggota DPR yang lantang menanyakan, “Intinya gak ada emas palsu?”
Niko dengan lantang langsung menjawab dengan tegas, “Tidak ada Pak, itu kami semua emas yang diproses harus melalui proses yang tersertifikasi dan LBMA (London Bullion Market Association) itu sangat-sangat rigid dalam mengaudit kami. Jadi emas yang diproses di Antam tidak ada emas palsu, dan sudah di-clarify oleh Kapuspen.”
Menurut Niko, persoalan tersebut terkait dengan proses lebur cap atau licensing emas. Proses tersebut yang menurut Kejaksaan Agung, lanjut Niko, dianggap merugikan negara.
Sebab, dalam proses cap atau licensing emas tersebut tidak dibebankan biaya. Padahal, dengan adanya cap atau licensing Antam itu bisa meningkatkan nilai jual emas.
Penjelasan Niko, “Ada beberapa hal juga yang harus kami sampaikan dalam proses lebur cap ini ada branding atau licensing yang dilihat oleh Kejaksaan ini merugikan.”
Lanjut dia, “Jadi diproses di Antam, kami tidak membebankan biaya licensing atau branding. Jadi ada cap emas yang kami berikan karena dengan dicap itu meningkatkan nilai jual.”
Tapi, Niko mengakui bahwa Antam tidak bisa memproses semua emas yang ada.
Dia lalu menerangkan, “Tapi kami memang tidak mampu memproses semua emas yang ada. Sekarang kapasitas logam mulia 40 sampai 80 ton. Padahal Pongkor hanya bisa satu ton setahun.”
Niko menambahkan, “Kalaupun kami bisa produksi secara terus-menerus secara sustainability, karena itu kami harus memproses dari luar juga, termasuk yang kami impor ataupun emas-emas yang ada di domestik.”
Keterangan Niko, “Inilah yang kami harus tentunya kita buat kajian komprehensif, sehingga kajian ini bisa mendukung argumentasi kami. Emas yang kami proses memang harus kami proses karena untuk keuntungan Antam.”
Niko lalu bercerita bahwa pihaknya sempat membuat kajian terkait lebur cap emas Antam pada 1997-1998, di mana lebur cap emas menjadi salah satu sumber pendapatan perusahaan ke depannya.
Namun, imbuh dia, pihaknya tidak membuat kajian komprehensif, dan pada 2017 hal itu kemudian disetop.
Niko berkata, “Mudah-mudahan kita bisa membuat kajian yang bisa diterima oleh pihak kejaksaan, sehingga mereka lihat kegiatan ini sebenarnya.”
Dia kembali berkata, “Memang ada potensi merugikan karena seolah-olah kami proses pihak swasta. Apalagi mereka akui emas yang mereka lebur cap di kami asal-muasalnya tidak jelas, bisa saja dari PETI (Pertambangan Tanpa Izin), bisa saja dari proses-proses yang dianggap ilegal. Tapi kan ini memang bisnis yang harus berjalan. Ini yang harus bisa kami jelaskan dengan komprehensif pada kejaksaan.”
Niko bilang, “Yang masih missing, itu memang brand value seolah-olah tidak kami charge. Padahal dalam penghitungan kami ini sudah ada untungnya. Ini yang kami tidak bisa memperdebatkan bahwa kami sudah hitung dan sudah benar.”
Dia meneruskan, “Ada baiknya kami dapat kajian apakah itu dari Lemhannas, ITB, untuk membuktikan apa yang kami lakukan sebenarnya tidak ada yang merugikan. Cuma kalau kami jelaskan begini, ditanya media, bisa salah dan bisa menyinggung pihak lain, karena itu sebaiknya kita harus duduk, buat kajian, bersama dengan kejaksaan meng-identify kerugian kami sebenarnya berapa dari 2010-2021.”
Seperti diketahui, pihak Kejaksaan Agung telah menetapkan enam mantan General Manager Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UB-PPLM) Antam sebagai tersangka kasus korupsi.
Mereka diduga ‘memalsukan’ emas Antam dengan total berat mencapai 109 ton selama kurun waktu 2010 hingga 2021.
Indonesian Mining