Manajemen PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), yang merupakan bagian dari subholding upstream PT Pertamina (Persero), akan terus menggenjot produksi minyak di Blok Rokan secara massif.
Hal itu diungkapkan Direktur Utama PHR Ruby Mulyawan dalam acara Energy Corner, dilansir Rabu (5/6).
Langkah tersebut mulai terlihat dengan adanya peningkatan produksi setelah adanya alih kelola dari PT Chevron Pacific Indonesia pada 9 Agustus 2021.
Kata Ruby, “Kami mengandalkan pengembangan sumur minyak non konvensional (MNK) dan penerapan teknologi chemical enhanced oil recovery (EOR).”
Ruby bilang, “Penerapan teknologi Chemical EOR sudah dilakukan oleh operator lama. Namun, kami melakukannya lebih agresif untuk melihat potensi-potensi lapangan yang masih belum menjadi prioritas.”
Berdasarkan penjelasan Ruby, eksplorasi yang dilakukan PHR juga tidak hanya terbatas pada sumur minyak non konvensional (MNK), namun juga pada minyak konvensional.
Komentar dia, “Soal pengembangan MNK di Blok Rokan, kami hingga saat ini telah melakukan pengeboran dua sumur di wilayah itu, dan sejauh ini memberikan indikasi potensi hidrokarbon yang cukup positif.”
Sekedar informasi, saat ini produksi rata-rata bulanan Blok Rokan mencapai 164 ribu barel per hari (bph) dari yang semula hanya 158,5 ribu bph setelah alih kelola.
Asal tahu saja, Blok Rokan menjadi penyumbang terbesar produksi minyak bumi di Indonesia saat ini yang mencapai 162-164 ribu barel per hari. Disusul Blok Cepu yang dikelola Mobil Cepu Limited (EMCL) yang mencapai sekitar 155-an ribu barel per hari.
Situs resmi PHR menjelaskan, PHR didirikan pada 20 Desember 2018, merupakan perusahaan yang bertindak sebagai operator dalam pengelolaan Wilayah Kerja (WK) Rokan selama 20 tahun, mulai dari 9 Agustus 2021 hingga 8 Agustus 2041.
PHR juga menjalankan tugas dari subholding upstream Pertamina untuk mengelola bisnis dan operasional kegiatan usaha hulu migas di wilayah Regional 1–Sumatera.
Melalui kedua peran tersebut, PHR menjadi salah satu produsen minyak dan gas utama di Indonesia yang berkontribusi dalam pemenuhan energi nasional.
Wilayah Kerja Regional 1-Sumatera membentang mulai dari Provinsi Aceh hingga Provinsi Sumatera Selatan, yang dibagi dalam empat zona.
Zona 1 meliputi 11 lapangan, yaitu North Sumatra Offshore (NSO), West Glagah Kambuna, Rantau, Pangkalan Susu, BOB CPP, Siak, Kampar, Lirik, Jambi, Jambi Merang, dan Jabung, yang terletak di Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatra Utara, Riau, Jambi dan Sumatra Selatan.
Zona 2 dan 3 mencakup Wilayah Kerja (WK) Rokan yang meliputi operasi migas dari 104 lapangan yang semuanya berlokasi di Provinsi Riau.
Beberapa lapangan terbesar WK Rokan antara lain Minas, Duri, Bangko, Bekasap, Balam South, Kotabatak, Petani, Pematang, Petapahan dan Pager.
Zona 4 meliputi delapan lapangan, yakni Ogan Komering, Raja Tempirai, Ramba, Corridor, Prabumulih, Limau, Pendopo, dan Adera, yang semuanya berada di Provinsi Sumatra Selatan.
Luasnya area yang dikelola PHR dengan sebagian besar lapangan yang sudah mature menjadi tantangan bagi PHR untuk tetap beroperasi dan berproduksi dengan menjaga tingkat keekonomian, tanpa mengurangi aspek keselamatan operasi dan perlindungan lingkungan.
Indonesian Mining