Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal klaim penerimaan negara naik 30 kali lipat dari program hilirisasi nikel yang didominasi investor asal Cina dibantah tegas oleh ekonom senior Faisal Basri.
Faisal Basri dalam program podcast dengan Novel Baswedan, Rabu (19/6), secara tegas bilang, “Klaim untung besar dari hilirisasi itu omong kosong. Adanya justru minus.”
Dia kembali komentar, ” Dulu saya pernah bilang, hanya 10 persen yang dinikmati negara. Sisanya yang 90 persen dinikmati Cina. Tapi, ternyata minus.”
Faisal lalu menjelaskan kenapa kondisi tersebut bisa minus jika dikalkulasikan secara riil. Ia lalu menyebut investasi smelter nikel yang dikuasai China memperoleh limpahan insentif.
Ada pun insentif yang diperoleh, lanjut Faisal, adalah tax holiday hingga subsidi batu bara yang nilainya mencapai USD 270 per metrik ton (mt) atau setara Rp 4,41 juta per mt (kurs Rp 16.350).
Kata Faisal, “Para investor smelter nikel itu berhak atas batu bara berharga murah untuk mengoperasikan PLTU mereka.”
Penelusuran dia, “Pada 2022, harga batu bara di pasar global mencapai USD 345 per metrik ton. Tapi, pemerintah beri harga USD 70 untuk PLTU smelter nikel. Subsidinya USD 275 per metrik ton.”
Faisal lantang bicara, “Betapa pemurahnya negara mensubsidi warga asing sementara rakyatnya digencet terus.”
Faisal juga mencermati maraknya investasi smelter nikel di Indonesia tidak berdampak terhadap meningkatnya setoran pajak ke negara. Sebab, investasi smelter nikel mendapat keringanan pajak yang luar biasa besar.
Indonesian Mining