Industri pertambangan emas saat ini mengalami kondisi yang cukup memprihatinkan. Pasalnya, setiap tahun pertumbuhan produksi emas terus merosot.
Bahkan, cadangan emas disejumlah lokasi tambang saat ini sulit ditemukan. Hal itu diungkapkan oleh Dewan Emas Dunia atau World Gold Council (WGC), dikutip Senin (10/3).
Kepala Strategi Pasar WGC John Reade bilang, “Produksi tambang mencapai titik stabil sekitar periode 2016 hingga 2018. Kami tidak melihat adanya pertumbuhan sejak saat itu.”
Dia berkata, “Meskipun produksi tambang pada kuartal pertama 2024 naik empat persen secara tahunan (year on year/yoy), namun itu sifatnya sementara.”
Berdasarkan riset WGC, deposit emas baru semakin sulit ditemukan di seluruh dunia. Alasannya, karena banyak wilayah prospektif yang telah dieksplorasi.
John komentar, “Penambangan emas skala besar membutuhkan banyak modal, dan memerlukan eksplorasi dan pengembangan yang signifikan, membutuhkan waktu rata-rata 10 hingga 20 tahun sebelum sebuah tambang siap berproduksi.”
Lanjut dia, “Bahkan selama proses eksplorasi, kemungkinan suatu penemuan berkembang menjadi pengembangan tambang sangatlah rendah, karena hanya sekitar 10 persen dari penemuan emas global mengandung cukup logam untuk menjamin penambangan.”
Data Survei Geologi Amerika Serikat menunjukkan, sekitar 187 ribu metrik ton emas telah ditambang hingga saat ini. Sebagian besar berasal dari Cina, Afrika Selatan, dan Australia. Sementara cadangan emas yang dapat digali diperkirakan sekitar 57 ribu.
Data asosiasi perdagangan internasional juga memperlihatkan bahwa produksi tambang hanya naik tipis 0,5 persen pada 2023 dibandingkan tahun lalu. Sebelumnya, pada 2020, produksi emas global mencatat penurunan pertama dalam satu dekade, turun sebesar satu persen.
Indonesian Mining