Produksi nikel yang bisa diekspor disarankan untuk dibatasi maksimal di kisaran 30 hingga 40 persen.
Hal itu dikemukan oleh Wakil Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Amarulla Octavian dalam keterangan di Jakarta, Jumat. (31/5).
Kata dia, “Tujuannya, agar bisa dominan dipakai untuk industri di dalam negeri. Nikel adalah material strategis dan terbatas, sehingga suatu saat dapat mengalami penurunan dan mengarah pada keadaan kritis jika tidak dikelola dengan bijaksana.”
Amarulla kembali bilang, “Dengan mengelola sumber daya alam yang dimiliki secara efektif, Indonesia dapat mengurangi dampak lingkungan yang terkait dengan impor material dan mempercepat pembangunan berkelanjutan.”
Perlu diketahui, Indonesian memiliki cadangan nikel terbesar kedua di dunia setelah Kaledonia. Jumlah cadangan bijih nikel sebanyak 5,24 miliar ton dan cadangan logam nikel sebanyak 57 juta ton.
Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Metalurgi BRIN Effendi menambahkan, total sumber daya bijih nikel Indonesia mencapai 17,68 miliar ton dan sumber daya logam nikel sebanyak 177 juta ton.
Effendi berkomentar, “Bijih nikel 90 persen tersebar di Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Utara. Indonesia memiliki cadangan komoditas mineral dan batu bara cukup melimpah yang memiliki peran strategis dalam pembangunan.”
Menurut dia, Indonesia perlu mengembangkan produksi nikel untuk baterai mobil listrik, paduan produk nikel dan serbuknya, serta pengembangan industri senyawa nikel.
Indonesian Mining