Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan, mantan direktur utama PT Pertamina (Persero) divonis pidana sembilan tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan dalam kasus korupsi pengadaan gas alam cair (liquefied natural gas/LNG).
Hakim Ketua Maryono pada sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (24/6), bilang, “Karen Agustiawan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dakwaan alternatif pertama.”
Haim Maryono menambahkan, “Karen melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.”
Pidana yang dijatuhkan kepada Karen dikurangi dengan masa penangkapan dan penahanan serta membebankan biaya perkara Rp 7.500 kepada terdakwa.
Di satu sisi, terdapat beberapa hal yang meringankan vonis Karen sehingga lebih rendah dari tuntutan, yakni terdakwa bersikap sopan di persidangan, tidak memperoleh hasil tindak pidana korupsi, memiliki tanggungan keluarga, serta mengabdikan diri untuk Pertamina walaupun telah mengundurkan diri.
Sedangkan hal yang memberatkan vonis adalah perbuatan Karen dinilai tidak mendukung program pemerintah yang sedang gencar melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi serta merugikan keuangan negara.
Seperti diketahui, sebelumnya Karen Agustiawan yang duduk sebagai dirut Pertamina periode 2009-2014 dituntut pidana 11 tahun penjara serta denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan terkait dugaan korupsi pengadaan LNG di Pertamina pada 2011 hingga 2014.
Selain pidana utama, Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut meminta majelis hakim menjatuhkan pidana tambahan kepada Karen untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 1,09 miliar dan USD 104 ribu subsider dua tahun penjara.
Jaksa KPK juga meminta majelis hakim untuk membebankan pembayaran uang pengganti kepada perusahaan AS, Corpus Christi Liquefaction LLC (CCL), sebesar USD 113,83 juta.
Karen didakwa merugikan negara sebesar USD 113,84 juta atau setara Rp 1,77 triliun akibat dugaan korupsi tersebut.
Konon, Karen didakwa memperkaya diri sebesar Rp 1,09 miliar dan sebanyak USD 104.016 setara Rp 1,62 miliar, serta memperkaya suatu korporasi, yaitu CCL hingga USD 113,84 juta atau setara dengan Rp 1,77 triliun, yang mengakibatkan kerugian keuangan negara.
Karen pun turut didakwa memberikan persetujuan pengembangan bisnis gas pada beberapa kilang LNG potensial di AS tanpa adanya pedoman pengadaan yang jelas dan hanya memberikan izin prinsip tanpa didukung dasar justifikasi, analisis secara teknis dan ekonomis, serta analisis risiko.
Karen juga disebut tidak meminta tanggapan tertulis kepada Dewan Komisaris Pertamina dan persetujuan rapat umum pemegang saham sebelum penandatanganan perjanjian jual beli LNG CCL Train 1 dan Train 2, serta memberikan kuasa kepada Yenni Andayani selaku Senior Vice President (SVP) Gas and Power Pertamina 2013-2014 dan Hari Karyuliarto selaku Direktur Gas Pertamina 2012-2014.
Keduanya diberi kuasa untuk masing-masing menandatangani LNG SPA (Sales and Purchase Agreement) CCL Train 1 dan Train 2, meski belum seluruh direksi Pertamina menandatangani Risalah Rapat Direksi (RRD) untuk LNG SPA CCL Train 1 dan tanpa didukung persetujuan direksi untuk LNG SPA CCL Train 2.
Usai adanya pembacaan putusan tersebut, isak tangis pun pecah dari keluarga Karen. Karen hanya bisa menabahkan hati anak-anaknya.
Karen cuma bilang, “Tasya, Nadia. Nadia, Lutfi jangan nangis, Nadia, Lutfi jangan nangis. Nadia, Lutfi jangan nangis.”
Karen sempat memeluk anak-anaknya usai vonis dibacakan. Karen juga meminta kepada buah hatinya agar tidak meneteskan air mata. Kata dia, “Enggak usah nangis, enggak apa-apa.”
Suami Karen, Herman Agustiawan ikut memberikan reaksi atas vonis kasus ini. Emosinya hanya berupa sindiran ke jaksa penuntut umum (JPU).“Puas ya?” kata dia.
Indonesian Mining