Proyek kilang Grass Root Refinery (GRR) Tuban, kerja sama antara PT Pertamina (Persero) dengan perusahaan asal Rusia, PJSC Rosneft Oil Company, terancam terus molor, bahkan terkesan tidak kunjung usai.
Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia di Jakarta, Senin (29/7), bilang, “Kami masih mencari jalan keluar atas masalah tersebut agar bisa segera selesai.”
Bahlil juga berkata, “Mereka (Rosneft) tidak hengkang (dari proyek GRR Tuban). Terjadi negosiasi ulang.”
Perlu diketahui, semula Pertamina dan Rosneft berencana secara bersama mengerjakan proyek GRR Tuban. Kedua pun lalu membentuk perusahaan patungan (joint venture) pada November 2017 bernama PT Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia (PRPP).
Pertamina menguasai 55 persen saham di perusahaan patungan tersebut sementara sisanya yang 45 persen dimiliki Rosneft.
Bahlil lalu mengungkapkan, “Pemerintah menyiapkan beberapa alternatif mitra Pertamina di proyek GRR Tuban.”
Informasi yang beredar, perusahaan petrokimia asal Cina, China Petroleum and Chemical Corporation (Sinopec), akan menjadi salah satu alternatif calon mitra Pertamina.
Komentar Bahlil, “Itu (Sinopec) beberapa alternatif-alternatif. Tapi sampai sekarang masih tetap Rosneft.”
Bahlil juga menyebutkan bahwa proyek GRR Tuban sempat terkendalam masalah pembebasan lahan seluas 800 hektare (ha). Tapi persoalan tersebut akhirnya bisa dituntaskan bersama tim satuan tugas (satgas) bersama antara Kementerian Investasi/BKPM, Kepolisian, dan Kejaksaan Agung.
Persoalan lain yang bisa menjadi kendala proyek tersebut adalah perang antara Rusia dan Ukraina yang tak kunjung usai.
Adanya perang tersebut bisa berdampak munculnya sanksi Uni Eropa terhadap Rusia, dan pasti juga berimbas ke Rosneft.
Indonesia Mining