Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) pada 24 Maret 2023 menerbitkan buku atau laporan berjudul Jalan Kotor Kendaraan Listrik, Jejak Kejahatan Lingkungan dan Kemanusiaan di Balik Gurita Bisnis Harita Group.
Jika dibaca tuntas, buku tersebut benar-benar menguliti sepak terjang Harita Group, salah satu raksasa pertambangan di negeri ini.
Buku ini menulis prolognya dengan menyebutkan bahwa Harita Group adalah bisnis konglomerasi Indonesia yang dimiliki dan dikelola oleh keluarga Lim Hariyanto Wijaya Sarwono.
Sosok Lim Hariyanto Wijaya Sarwono pada medio Agustus 2023 sempat menjadi sorotan publik setelah masuk ke dalam daftar 10 Orang Terkaya di Indonesia versi Forbes.
Menurut daftar yang dirilis Forbes Billionaire tersebut, Lim menduduki posisi kedelapan dengan total kekayaan sebesar USD 4,3 miliar atau sekitar Rp 65,88 triliun (asumsi kurs Rp15.321 saat itu). Menariknya, Lim menjadi konglomerat tertua di Indonesia dengan usia hampir satu abad, yakni 94 tahun.
Pencapaian tersebut diraih berkat lonjakan kekayaan drastis jelang pencatatan perdana saham (IPO) salah satu unit bisnisnya di Harita Group. Harta Lim tercatat naik 0,45 persen atau Rp 333,8 miliar dalam satu malam.
Lonjakan harta Lim selama setahun terakhir tergolong fantastis. Pada 2022, kekayaan Lim hanya berkisar di rentang USD 1,1 miliar atau sekitar Rp 16,85 triliun. Berkat hal ini, Lim berhasil naik peringkat jadi orang keenam terkaya di Indonesia, bersaing dengan taipan petrokimia, Prajogo Pangestu.
Kekayaan Lim bergerak positif di tengah isu IPO salah satu unit bisnis nikel milik Harita Group. Diketahui, kala itu PT Trimegah Bangun Persada Tbk atau TBP (NCKL) melepas sahamnya sebanyak 12,09 miliar atau setara 18 persen dari modal ditempatkan dan disetor perseroan ke publik dengan nilai nominal masing-masing saham sebesar Rp 100 per saham.
Dilansir dari berbagai sumber, Lim Hariyanto merupakan anak dari Lim Tju King yang berkewarganegaraan Cina, yang kemudian pindah ke Kalimantan. Setelah pindah dari Cina, Lim Tju King pun mulai bekerja serabutan dari berdagang hingga menjadi kuli.
Dia kemudian membuka toko kelontong pada 1915 yang semakin sukses bahkan bertambah luas hingga ke berbagai usaha lainnya.
Lim Tju King kemudian meneruskan usahanya ke sang anak, yakni Lim Hariyanto. Bersama mitranya asal Cina, Lim Hariyanto kemudian membentuk Grup Harita. Melalui salah satu lini usahanya, PT Trimegah Bangun Persada (TBP), Harita pun diketahui mengelola tambang dan smelter nikel di Halmahera Selatan, Maluku Utara.
Harita Group bergerak di sektor sumber daya alam, mulai dari bisnis pertambangan nikel, bauksit, batubara, perkebunan sawit, hingga perkapalan dan perkayuan.
Menurut buku tersebut, Lim Hariyanto memiliki tujuh anak, tiga di antaranya—Lim Gunawan Hariyanto, Lim Gunardi Hariyanto, dan Lim Christina Hariyanto menjadi pemegang peran paling penting di beberapa perusahaan miliknya.
Lim Hariyanto Wijaya Sarwono masuk dalam daftar 50 orang terkaya di Indonesia 2022 versi Forbes, menempati posisi ke-36, dengan harta kekayaan mencapai USD 1,1 miliar atau setara dengan Rp 17,1 triliun.
Buku tersebut juga menulis, Lim Hariyanto Sarwono pernah dipanggil oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Juli 2020 lalu terkait kasus korupsi izin pertambangan yang dilakukan oleh Aswad Sulaiman, Bupati Konawe Utara periode 2007-2009 dan 2011-2016, yang merugikan keuangan negara hingga Rp 2,7 triliun.
Pemilik Harita Group ini dipanggil sebagai saksi atas kasus suap perizinan tambang yang dilakukan Aswad Sulaiman selama menjabat Bupati Konawe Utara. Namun Lim Hariyanto mangkir dari panggilan KPK tersebut tanpa alasan yang jelas.
Hingga saat ini, informasi soal keterkaitan Lim Hariyanto Sarwono dengan korupsi pertambangan yang dilakukan oleh Aswad Sulaiman menguap begitu saja. Tak hanya tersandung korupsi perizinan tambang,
Buku itu juga mengungkapkan bahwa Harita Group juga tercatat belum membayar pajak infrastruktur ke Kabupaten Halmahera Selatan pada 2022 lalu. Hal tersebut terungkap saat Kepala Satgas Supervisi Wilayah V KPK Dian Patria, melakukan kunjungan ke Harita Group di Pulau Obi.
Gurita Bisnis
Buku setebal 44 halaman tersebut mengungkapkan, Lim Hariyanto Wijaya Sarwono, bersama istri dan anaknya, melalui Harita Group memiliki lini bisnis di sektor pertambangan nikel, bauksit, batubara, perkebunan sawit, hingga perkapalan dan perkayuan.
Wilayah operasi perusahaan ini tersebar di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara; Ketapang dan Pontianak, Kalimantan Barat; Samarinda dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur; Dumai, Riau; dan Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah.
Tentakel bisnis keluarga ini, bisa terlihat dari keberadaan Lim Hariyanto Wijaya Sarwono dan istrinya Rita Indriawati, serta kedua putra mereka, Lim Gunawan Hariyanto dan Lim Gunardi Hariyanto pada sejumlah perusahaan milik Harita Group, serta afiliasi perusahaan dibawah Harita Group dengan sejumlah perusahaan lain dalam bentuk kepemilikan saham.
Keluarga Lim Hariyanto Wijaya Sarwono, melalui anaknya, Lim Gunardi Hariyanto di sektor pertambangan nikel dan smelter nikel, adalah pemegang saham di PT Trimegah Bangun Persada.
Anaknya yang lain, Lim Gunawan Hariyanto tercatat sebagai komisaris di PT Halmahera Persada Lygend. Kedua perusahaan ini beroperasi di Kawasi, Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara.
Bisnis keluarga Lim Hariyanto Wijaya Sarwono semakin menggurita, melalui relasi bisnis perusahaan mereka, PT Harita Jayaraya, yang tercatat memiliki saham di sejumlah perusahaan, mulai dari PT Gane Permai Sentosa, PT Harita Mahakam Mining, PT Cita Mineral Investindo, PT Megah Surya Pertiwi, dan PT Trimegah Bangun Persada.
Merujuk data Administrasi Hukum Umum (AHU) Ditjen Kemenkum HAM, saham PT Harita Jayaraya dimiliki oleh PT Harita Guna Dharma Bhakti, Lim Gunardi Hariyanto sebagai direktur dan pemegang saham, Lim Gunawan Hariyanto sebagai direktur utama dan pemegang saham.
Lalu ada Rita Indriawati sebagai komisaris dan pemegang saham, Lim Hariyanto Wijaya Sarwono sebagai komisaris utama dan pemegang saham, serta anak perempuan Lim Sarwono, Lim Lisa Rita Indriawati yang memegang posisi sebagai direktur.
PT Harita Guna Dharma Bhakti juga milik keluarga Lim Hariyanto. Berdasarkan data AHU Ditjen Kemenkum HAM, Lim Gunardi Hariyanto tercatat sebagai komisaris dan pemegang saham, Lim Gunawan Hariyanto sebagai komisaris utama dan pemegang saham, serta Lim Hariyanto Wijaya Sarwono yang juga terdaftar sebagai pemegang saham.
Entitas Harita Group, PT Trimegah Bangun Persada (NCKL) atau TBP, juga dimiliki oleh keluarga Lim Hariyanto. Menilik kembali data AHU Ditjen Kemenkum HAM, saham PT TBP ini dimiliki oleh PT Harita Jayaraya selaku pemegang saham mayoritas, sisanya dimiliki oleh Lim Gunardi Hariyanto dan Khoo Hock Hai asal Singapura.
Buku itu pun mencatat bahwa jejak Harita Group juga terhubung secara tidak langsung dengan PT Gema Kreasi Perdana (GKP), sebuah perusahaan tambang nikel yang beroperasi di pulau kecil Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan, Sulawesi Tenggara.
Saham mayoritas PT GKP dimiliki oleh PT Budhi Kemakmuran Jayaraya, sisanya dimiliki oleh PT Citra Duta Jaya Makmur. PT Budhi Kemakmuran Jayaraya dimiliki secara langsung oleh PT Harita Jayaraya dan PT Citra Duta Jaya Makmur.
Saham PT Citra Duta Jaya Makmur dimiliki oleh Lim Hariyanto Wijaya Sarwono dan kedua putranya, Lim Gunardi Hariyanto dan Lim Gunawan Hariyanto. PT GKP tercatat memiliki saham di PT Halmahera Persada Lygend sebesar 31,55 persen.
Jejaring bisnis Harita Group juga tak sebatas dengan perusahaan dalam negeri. Dalam bisnis pertambangan dan smelter nikel, jejaring bisnis keluarga Lim Hariyanto terlihat jelas dari PT Halmahera Persada Lygend yang sebanyak 36,9 persen sahamnya dimiliki oleh Ningbo Lygend Mining asal Cina.
Lalu, PT Halmahera Jaya Feronikel yang 63,1 persen sahamnya dimiliki oleh PT Trimegah Bangun Persada melalui entitas anak perusahaannya, PT Obira Mitra Jaya. Sebanyak 36,9 persen saham PT Halmahera Jaya Feronikel ini dimiliki oleh Lygend Resources & Technology Co Ltd asal Cina.
Ningbo Lygend dan Lygend Resources merupakan perusahaan yang menginduk ke Lygend Group. Demikian juga dengan PT Megah Surya Pertiwi yang terafilisasi langsung dalam bentuk kepemilikan saham melalui PT Trimegah Bangun Persada, PT Harita Jayaraya, dan PT Gane Permai Sentosa, sebanyak 40 persen sahamnya dimiliki oleh Xinxing Qiyun Investments Holding Ple Ltd asal Cina sebanyak 40 persen.
Berdasarkan data Administrasi Hukum Umum (AHU) Dijen Kemenkum HAM, sebagian saham PT Gane Permai Sentosa dan PT Trimegah Bangun Persada dimiliki oleh Khoo Hock Hai asal Singapura.
Sementara di sektor tambang dan smelter bauksit, jejaring bisnis Harita Group terlihat melalui PT Well Harvest Winning Alumina Refinery. Perusahaan yang beroperasi di Ketapang, Kalimantan Barat ini, sahamnya dimiliki oleh China Hongqiao Group Co Ltd (56 persen), PT Cita Mineral Investindo Tbk (30persen), dan Winning Investment asal Hong Kong (9 persen), serta Shandong Weiqiao Aluminum Electricity Co Ltd (5 persen).
Di sektor batu bara, Harita Group melalui PT Lana Harita Indonesia yang beroperasi di Samarinda dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Perusahaan ini terafilisasi dengan PanUnited Investment Pte Ltd, Singapura (10 persen), Lanna Resources Public Co Ltd, Thailand (55 persen), dan perusahaan Indonesia milik keluarga Lim Hariyanto, PT Harita Mahakam Mining (35 persen).
Lim dan keluarganya juga diketahui memiliki saham mayoritas di produsen minyak sawit Bumitama Agri yang terdaftar di Bursa Efek Singapura, namun perkebunannya berlokasi di Indonesia.
Harita Group diketahui juga memiliki perusahaan sekuritas bernama PT Harita Kencana Sekuritas. Melansir situs resmi perusahaan tersebut, Harita Kencana didirikan dengan nama PT Rita Wijaya Kencana berdasarkan akta Notaris No.79, tanggal 22 Agustus 1983 dari notaris Sinta Susikto.
Lim Christina Hariyanto duduk sebagai komisaris utama diperusahaan tersebut. Ada pula nama Thomas Chandra Goenawan yang menjabat sebagai komisaris independen.
Jajaran direksi Harita Kencana Sekuritas diisi oleh Janny Tanjung (direktur utama), Aisah Suganda (direktur), dan Lim Yuliana Rita Indriawati (direktur).
Indonesian Mining